Seorang Pria Yang Melewati Duka Dengan Mencuci Piring
--
Saat menulis catatan ini, saya baru saja selesai membaca buku karangan dr.Andreas Kurniawan, S.Psi yang berjudul “Seorang Pria Yang Melalui Duka Dengan Mencuci Piring”.
Saya mengetahui keberadaan buku ini dari adik-100 saya di UKM semasa kuliah. Seseorang yang periang dan bersemangat menghadapi tantangan. Semoga sehat-sehat ditempat perantauan.
Buku ini menceritakan bagaimana seorang psikiater yang sudah terbiasa mendengarkan cerita duka seorang pasien, dan memberikan obat atau tanggapan profesional seorang dokter. Sampai kemudian, ia harus melalui duka yang amat dalam dan menerapkan segala yang telah ia pelajari dan berikan pada orang lain, pada dirinya sendiri.
Buku ini bukan novel. Jadi, tidak akan sedramatis yang kamu harap. Tapi, kalau kamu mencari sesuatu yang ringan untuk dibaca atau kamu sedang melalui duka serta membutuhkan pandangan objektif dari tulisan seorang praktisi psikiater. Buku ini layak untuk segala waktu luangmu.
Catatan ini saya tulis dengan penuh impulsifitas atas kekaguman saya pada cara sang penulis melalui dukanya. Menceritakan pengalaman pelik yang dituliskan kata demi kata. Serta bagaimana ia membimbing pembaca untuk melalui duka dengan penjelasan saintifik yang mudah dipahami. Heartwarming dan Enlightening. Itu after taste yang ditinggalkan buku ini pasca saya menutup lembar terakhirnya.
Sampai kapan akan terus dalam duka? Sampai diri kita merasa cukup dan mulai belajar. Belajar berhenti bertanya, ”mengapa”.
What is grief, if not love persevering?
apa gerangan kesedihan, kalau bukan cinta yang sedang gigih bertahan?
-Vision dalam WandaVision
Oh iya, hari ini secara — tidak — resmi saya mendapatkan hak untuk bergabung dalam serikat kurir — itupun kalau ada. Saya merasakan bagaimana rasanya jadi kurir hahaha. Sebelumnya saya pernah mencoba menjadi loper majalah UKM sewaktu kuliah. Tidak dibayar, murni karena bosan. Pengalaman menjadi loper majalah yang nokturnal, dengan bermodalkan sepeda pancal tersebut tidak berjalan baik. Pada pengiriman terakhir, saya harus mengayuh kencang-kencang karena dikejar seekor anjing di salah satu gang di PJMI, Bintaro sekitar pukul sembilan malam. Sialan.
Waktu kosong saya akhir-akhir ini terasa lebih kosong dari sebelum sebelumnya. Waktu yang tidak kosong pun terasa hampa. Jadi saya pikir dengan menjadi kurir akan memaksa saya berinteraksi dengan orang, dan mengisi takaran kosong dalam gelas saya yang berlabel “dosis interaksi dengan sesama manusia”. Ini seperti menjadi sinterklas yang rusa-rusanya digantinkan dengan sesuatu yang lebih modern, Jupiter MX King 150 misal— percayalah ini bukan sebutan atau nama latin suatu jenis rusa. Bangun pagi-pagi, menentukan arah gerak, mengemasi paket, kemudian mengantarkan kebahagiaan yang sudah ditunggu-tunggu itu pada tangan-tangan yang tidak sabar menantikannya.
Kalau sinterklas membagikan kebahagiaan dengan cuma-cuma pada anak-anak yang berbuat baik, kurir tidak. Kami mengirim kebahagiaan dan mengharapkan imbalan. Mungkin materiil, mungkin imateriil.
Tetapi, pernahkah kalian terbesit sebuah pertanyaan,
Sinterklas yang membagikan kebahagiaan itu, apakah pernah merasakan duka?Jangan-jangan, sinterklas melakukan semua itu dengan harapan bahwa dukanya yang abadi akan menemukan sembuh setelah ia mendapatkan“arti” keberadaannya dalam hidup orang lain. Seperti, dengan mengantarkan hadiah-hadiah.
Saya jujur saja baru terbesit ketika melamun diantara misi saya mengirim barang sebagai seorang kurir. Maklum, beda server, guys.
Ternyata jadi kurir cukup menyenangkan. Saya menikmati momen-momen membuat rencana pergerakan, mengenalkan diri ke customer, menanyakan kejelasan alamat, mengendarai motor sambil bernyanyi sesukanya, mencari alamat sesuai informasi yang diberikan, dan menelepon customer yang tak kunjung membalas pesan. Tidak lupa, sebelum setiap interaksi saya akan dengan sengaja menumpahkan gelas saya. Membiarkannya sedikit kosong dan menciptakan ruang sehingga saya dapat sedikit memahami imbal balik orang lain yang akan selalu diluar kendali saya.
Kalau saya suatu saat mendirikan jasa ekspedisi, saya akan menamainya CareCour(rier). Karena saya sadar kami bukan kurir tercepat. Tapi, kalau kalian mencari kurir yang mematuhi rambu-rambu lalu lintas, akan kami pastikan kalian tidak kecewa. CareCour membuka lowongan hanya untuk kurir magang dan tidak tetap. Jadi, untuk yang mengejar jenjang karir, ini bukan perusahaan yang anda inginkan. Pengalaman tidak terlalu diperhitungkan disini. Untuk menjadi kurir, kalian hanya perlu memiliki pribadi yang amanah, kedukaan yang mendalam, dan tentu saja SIM C. Sebagai orang yang sedang melalui duka, saya sadar kalau duka ini seperti energi tak terbatas. Kami terkadang kehilangan arah untuk menyalurkannya dalam tangis atau sesal, kadang bahkan tidak menyalurkannya sama sekali. Akibatnya, kami cukup kesusahan untuk tidur nyenyak dimalam hari, karena badan “tidak cukup letih”. Dengan menjadi kurir, setidaknya kami bisa menabung lelah untuk membayar harga tidur nyenyak tanpa kebisingan dalam kepala.
Sebelumnya, terima kasih pada Kak Sur dan Mbak Ing karena mau mempertaruhkan kredibilitas jastiper Kakak dan Mbak dengan menitipkan barang-barang jastip pada kurir ingusan ini. Juga bersedia bersabar ketika saya menerapkan pasal 3 furinkazan yaitu ”diam seperti gunung”, ditengah huru-hara kantor yang saya ibaratkan sebuah medan perang. Semoga jalan kalian dimuliakan.
Untuk saya, 27 Januari tetap menjadi hari spesial. Jadi kurir, misalnya. Misal yang lain, misalnya.
goodbye letters, sent.
my last dance, accomplished.
Kereta saya sebentar lagi tiba. Saatnya mengemasi barang bawaan dan beranjak ke stasiun selanjutnya. Terowongan gelap, hutan belantara, stasiun rubuh, bersiaplah dengan badai dalam koper saya. Sampai jumpa di stasiun yang lain.
Catatan ini tidak seharusnya dibaca dengan bersendu-sendu. Saya bersemangat untuk segala jenis dinamika dan pendewasaan yang akan saya temui selanjutnya. Jadi, catatan ini akan saya akhiri dengan sebuah intermezo.
Saya menulis catatan ini di sebuah kafe yang berseberangan dengan semak-semak. Kafe yang bagus, salted caramel macchiato-nya enak, rasa asinnya kuat. Entahlah, semenjak saya mencoba Cimory rasa Sea Salt — yang saya beli karena warna kotaknya lucu— pada November 2022, saya sedikit terobsesi dengan minuman asin.
Ketika menulis atau membaca, mudah sekali buat saya menjadi lupa waktu dan tempat. Seperti barusan, untuk sekian detik saya lupa kalau sedang berada di kafe. Karena terlalu enjoy menulis, saya dengan enaknya kentut sembarangan. Tidak bau memang, tapi suaranya kencang dan panjang hahaha. Seketika saya terkesiap, menoleh ke arah barista kribo yang juga menoleh ke saya. Saat saya melihat ke kiri, dibalik sekat akrilik abu-abu disamping saya terdapat siluet orang. Saya yakin dia juga mendengar suara ledakan barusan. “Brooooooot”, kira-kira seperti itu.
Hahaha. Kapan lagi coba bisa tatap-tatapan sama barista yang melongo mencoba mencerna suara ledakan apa yang barusan ia dengar. Saya langsung bersembunyi dibalik layar laptop, menunduk, menahan tawa.